22.35

teori dan model KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY

KONSEP DASAR MODEL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar dengan profesi profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat. Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy, dikenal dengan model adaptasi dimana Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia. Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy. Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan keperawatan . B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam manajemen Asuhan Keperawatan 2. Tujuan Khusus a. Memahami konsep model teori Roy b. Mampu menghubungkan model konsep Roy dengan proses keperawatan c. Mampu mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS dengan konsep Roy pada mode fisiologi sub kebutuhan cairan d. Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep Roy di RS pada mode fisiologis sub kebutuhan cairan BAB II KONSEP DASAR MODEL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY A. Pandangan Calista Roy tentang Keperawatan Keperawatan adalah sebagai ilmu pengetahuan melalui proses analisa dan tindakan yang berhubungan untuk merawat klien yang sakit atau yang kurang sehat.Sebagai ilmu pengetahuan keperawatan Metode yang digunakan adalah terapeutik, scientik dan knowledge dalam memberikan pelayanan yang esensial untuk meningkatkan dan mempengaruhi derajat kesehatan.Roy menggambarkan metode adaptasi dalam keperawatan : - Individu adalah makhluk biospikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis dan sosial. - Setiap orang selalu menggunakan koping baik yang bersifat positif maupun yang negatif untuk dapat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu : Factor Penyebab utama terjadi perubahan Keyakinan dan kondisi dan situasi yang berbeda berespon terhadap pengalaman dalam beradaptasi. - Setiap individu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri/kemandirian, serta kebutuhan akan kemampuan melalui peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri. - Posisi individu pada rentang sehat sakit terus berubah, berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan beradaptasi. - Roy berpendapat ada 2 metode koping yaitu : Regulator = memproses input secar sistematis melalui jalur saraf, kimia dan endokrin Cagnator = memproses input melalui cara kognitif seperti persepsi, proses informasi, belajar, keputusan dan emosi. - Individu adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh yang meiliki mekanisme koping untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Individu selalu berinteraksi secara konstan atau selalu beradaptif terhadap perubahan lingkungan. - Lingkungan adalah semua yang ada disekeliling kita dan berpengaruh terhadap perkembangan manusia. - Sehat adalah suatu keadaan proses dalam menjaga integritas dirio Peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan yang ada.Menurut Roy, tindakan keperawatan ditujukan untuk meningkatkan adaptasi individu terhadap sehat dan penyakit. Keempat model adaptasi itu adalah : Model fisiologi : cairan dan elektrolit, sirkulasi dan oksigenasi, nutrisi dan eliminasi, proteksi, neurology dan endokrin. Model konsep diri : gambaran diri, ideal diri, moral diri. Model fungsi peran : kebutuhan akan integritas Model interdependen (kemandirian ) : hubungan seseorang dengan yang lain dan sumber system yang memberikan bantuan, kasih sayang dan perhatian. B. Konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy Sister Calissta Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, Roy mengembangkan ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu : 1. Asumsi dari Teori Sistem a. System adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari satu bagian ke bagian lain b. Sistem adalah bagian dari yang berfungsi bagian yang satu dengan yang lain saling ketergentungan c. Sistem mempunyai input, out put, control, proses dan umpan balik d. Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi e. Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik, mempunyai standard dan umpan balik langsung terhadap fungsinya. 2. Asumsi dari Teori Melson a. Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme b. Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan adaptasi, yang dapat berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual. c. Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan lingkungan d. Respon merupakan refkleksi keadaan organisme terhadap stimulus 3. Asumsi dari Humanism a. Individu mempunyai kekuatan kreatif b. Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam lingkaran sebab akibat c. Manusia merupakan makhluk holistic d. Opini manusia dan nilai yang akan datang e. mobilisasi antar manusia bermakna C. Teori Adaptasi Sister Calista Roy Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai Holistic adaptif systemdalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Input Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual. a. stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi . b. stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial. c. stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak. 2. Kontrol Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem. a) Subsistem regulator. b) Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem. c) Subsistem kognator. d) stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang. 3. Output. Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi. Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan kognator subsistem diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. a. Model Fungsi Fisiologi Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu : a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991). b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991). c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991) d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991). e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991). f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991). g. cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991). h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991). i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991). b. Model Konsep Diri Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self. 1. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas. 2. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini. c. Mode Fungsi Peran Mode fungsi peran mengenal pola pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya . d. Mode Interdependensi Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima. D. Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : 1) Manusia sebagai penerima asuhan keperawatan 2) Konsep lingkungan 3) Konsep sehat dan 4) Keperawatan. Dimana antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem. 1. Manusia Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang sebagai Holistic Adaptif System. Dimana Holistic Adaptif System ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi. a. Konsep Sistem Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi, matter dan energi. Adapun karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, kontrol dan feed back b. Konsep Adaptasi Manusia sebagai suatu sistem terbuka, yang terdiri dari input berupa stimulus dan tingkatan adaptasi, output berupa respon perilaku yang dapat menyediakan feed back/ umpan balik dan proses kontrol yang diketahui sebagai mekanisme koping (Roy and Andrew, 1991 dalam Nursing Theory ; 254) Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak dapat mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu. Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan proses kontrol individu dalam sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka. Dalam mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah Regulator dan Cognator. Transmitter dari sistem regulator berupa kimia, neural atau sistem saraf dan endokrin, yang dapat berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan pada diri individu. Respon dari sistem regulator ini dapat memberikan umpanbalik terhadap sistem cognator. Proses kontrol cognator ini sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi. 2. Lingkungan stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan. 3. Sehat Roy mendefinisikan sehat adalah A State and a process of being and becoming an integrated and whole person (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 261). Integritas individu dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan mastery. Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara meningkatkan respon adaptifnya. 4. Keperawatan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu, dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi. E. PROSES KEPERAWATAN MENURUT TEORI ROY Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama dan kedua, diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi. Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi tingkah laku yang aktual dan potensial apakah memperlihatkan maladaptif dan mengidentifikasi stimulus atau penyebab perilaku maladaptif. Empat mode adaptasi dapat digunakan sebagi dasar kerangka kerja untuk pedoman pengkajian. Mode ini juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran dan model interdependensi. Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap dan pengkajian tahap II. 1. Tahap I : Pengkajian perilaku Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan. misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial maladaptif. 2. Tahap II : Pengkajian faktor faktor yang berpengaruh Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual. a. Identifikasi stimuli focal Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaitu: keterampilan melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview. b. Identifikasi stimuli kontekstual Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah. stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan validasi. Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan lingkungan fisik. c. Identifikasi stimuli residual Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada situasi sekarang. 3. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan : a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen 1. Oksigenasi - Hipoksia/shock - Kerusakan ventilasi - Ketidakadequat pertukaran gas - Perubahan perfusi jaringan - Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan kebutuhan oksigen 2. Nutrisi - Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh Anoreksia - Nausea / Vomiting - Ketidak efektifan strategi koping thd penurunan ingestik 3. Eliminasi - D i a r e - Inkontinensia - Konstipasi - Retensi urine - Ketidakefektifan strategi koping thp penurunan fungsi eliminasi. 4. Aktifitas dan istirahat - Ketidak adequate aktifitas & istirahat - Keterbatasan mobilitas & Koordinasi - Intoleransi aktifitas - Immobilisasi - Sleep deprivation - Resiko gangguan pola tidur - Kelelahan (Fatigue) 5. Proteksi - Gatal-gatal - Infeksi - Ketidak efektifan koping thd perubahan status imun - Kulit Kering 6. Sense - Resiko injuri - Kehilangan kemampuan self-care - Resiko distorsi komunikasi - Stigma - Sensori monoton / distorsi - Nyeri akut - Gangg. Persepsi - Koping tak efektif thd perubahan sensori 7. cairan dan elektrolit - D e h i d r a s i - Udem - Retensi cairan intra sel - Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium - Ketidakseimbngan asam-basa - Ketidakefektifan regulasi system Bufer pda perub. pH. 8. Fungsi neurologi - Penurunan tingkat kesadaran - Pengurangan fungsi memori (daya ingat) - Konpensasi tak efektif pd penurunan fgs. kognitif Resiko terjadi kerusakan otak sekunder 9. Fungsi endokrin - Ketidakefektifan regulasi/pengaturan hormon yg direfleksikan dlm fatigue, iritabilitas dan intoleransi pd panas - Ktdk efektifan perkembangan reproduksi - Ktdk stabilan system hormon - Ktdk stabilan siklus internal stress. F. SELF KONSEP MODE 1. Physical Self - Gangguan body image - Disfungsi seksual - Kehilangan - Rape Trauma syndrome 2. Personal self - Ansietas - Ketidak berdayaan - Perasaan bersalah - Harga diri rendah G. ROLE FUNCTION MODE - Transisi Peran - Konflik Peran - Gangguan / Kehilangan Peran H. INTERDEPENDENSI 1. Cemas karena perpisahan 2. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif, misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan. Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata tampak cekung. Dari respon pasien tersbut dapat disimpulkan bahwa diagosa keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan. 3. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah : mode fisiologis, konsep diri dan interdependensi. Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis porsi, BB turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image ( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode Interdependensi ) 4. Penentuan tujuan Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual. 5. Intervensi Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II. 6. Evaluasi Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. BAB III CONTOH KASUS Kasus Klien Ny. Z, usia 21 tahun bertempat tinggal Jl. Hos Cokroaminoto No. 31 Simpang Kawat, klien masuk rumah sakit tanggal 13 April 2008 dirawat baru pertama kalinya dengan keluhan sering mendengar suara mantan suaminya, klien merasa pusing, stres karena ditinggalkan oleh suaminya, klien mengurung diri dalam kamar dalam waktu yang alam dan sering duduk sendirian. Keluarga merasa tidak mampu untuk merawatnya dan akhirnya dibawa ke RSJ dengan alasan mau diajak jalan-jalan. Dari hasil observasi didapat data tentang klien yaitu rambut kurang rapi, baju diganti 1x sehari, klien mengatakan sering mendengar suara ejekan jika mendengar suara ejekan ejekan itu, klien merasa tidak tenang dan resah dan klien tidak tenang dan kadang gelisah. A. Pengkajian 1. Identitas Klien Inisial : Ny. Z Agama : Islam Umur : 21 Tahun Status : Menikah Jenis kelamin : Perempuan Ruang : Teta Tgl. Masuk RS : 13 Maret 2007 Dx. Medis : Kehilangan Alamat : Jl. Hos Cokroaminoto No. 31 Simpang Kawat 2. Alasan Masuk Klien masuk RSJ diantar oleh keluarga dikarenakan klien sering menangis dan ketawa tanpa alasan, ngoceh ngoceh, saat dilakukan pengkajian klien masih sering menangis dan tertawa sendiri. 3. Faktor Prodisposisi Sebelumnya klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa, pengalaman masa lalu yang menyenangkan berkumpul dengan orangtua, karena klien bisa berbagi cerita. 4. Pemeriksaan Fisik TD : 120/70 mmHg Nadi : 80 x/menit Suhu : 370C RR : 22 x/menit 5. Psikososial Keterangan : : Laki laki : Perempuan : Klien : Meninggal Klien anak ke-2 dari 2 bersaudara, klien satu rumah dengan ayah dan kakaknya, suami klien baru meninggal beberapa bulan yang lalu. 6. Konsep Diri - Citra Tubuh : klien menyatakan bahwa dia senang dengan semua bagian tubuhnya. - Identitas : klien merasa puas menjadi perempuan - Peran : klien saat dirumah berperan sebagai anak bungsu - Ideal diri : klien mengatakan jika ia sudah sembuh akan pulang dan berkumpul dengan ayah dan kakaknya - Harga diri : klien menganggap dirinya tidak berharga dikarenakan kurang perhatian ayah dan kakaknya sebab suami klien sudah meninggal. - Masalah keperawatan : perubahan konsep diri, berduka. 7. Hubungan Sosial - Klien mengatakan suaminya adalah orang yang berarti - Klien jarang terlibat dalam kegiatan sosial - Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien lebih senang didatangi teman dari pada mendatangi teman Masalah keperawatan : proses berduka : kematian suami 8. Spritual Klien mengatakan : saya beragama islam dan percaya bahwa Allah ada, setelah di RSJ kegiatan ibadah klien kurang. 9. Status Mental a. Penampilan Penampilan klien tidak rapi, cara berpakaian klien seperti biasa, klien mengatakan mandi 2x/hari, pakaian bersih, kulit ada bercak hitam, gigi dan rambut kotor. Masalah keperawatan : defisit perawatan diri. b. Pembicaraan Dalam pembciaraan terkadang kasar, cepat dan kurang jelas, kontak mata baik selama wawancara. c. Aktifitas motorik Klien dapat beraktifitas sesuai kemampuan yang dimilikinya. d. Alam Perasaan Klien terkadang sedih karena ingat suaminya, klien ingin cepat pulang dan berkumpul lagi seperti dulu. e. Efek Efek sesuai ekpresi wajah sedih f. Interaksi selama wawancara Selama wawancara, klien banyak menunduk, walaupun terkadang klien menatap perawat dan memperhatikan apa yang disampaikan perawat. g. Persepsi Klien tidak pernah mengalami halusinasi, klien mampu mengingat kejadian masa lalu seperti melalui hari hari bahagia bersama keluarganya. 10. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang sering pada klien kehilangan adalah denieal, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. 11. Masalah Psikososial dan Lingkungan Klien kurang bersosialisasi dengan kelompok dan sering berdiam diri, klien jarang dijenguk oleh keluarga, klien kurang mau berhubungan dengan lingkungan. 12. Pengetahuan kurang tentang kejiwaan Klien dan keluarga yang lainnya kurang pengetahuan dalam hal tentang kejiwaan, penyebab akibat dan pengobatannya, klien selalu memendam perasaan. 13. Aspek Medik - Terapi medik : CPZ 100 mg 3 x 1 THP 2 mg 3 x 1 Ledomer 2 mg 3 x 1 14. Masalah keperawatan - Perubahan konsep diri / berduka - Proses berduka, kematian suami, kehilangan - Depisit perawatan diri - Tidak efektifnya koping individu - Tidak efektifnya koping keluarga - Tidak efektifnya penatalaksanaan terapeutik B. Pohon Masalah C. Diagnosa Keperawatan 1. Berduka berhubungan dengan defresi kehilangan : kematian suami 2. Defresi kehilangan : kematian suami berhubungan koping individu tidak efektif 3. Tidak efektifnya penatalaksanaan terapeutik berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya motifasi. D. Rencana Tindakan Keperawatan 1. DX. I Tujuan Umum : Agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas. Tujuan Khusus 1 : Bina dan tingkatkan hubungan saling percaya. Intervensi : 1. Bila dan tingkatkan hubungan saling percaya - Sapa klien dengan ramah baik verbal, maupun non verbal - Perkenalkan diri dengan sopan - Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai - Mendengarkan pembicaraan klien - Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan perasaannya - Menjawab pertanyaan klien secara langsung - Jujur dan menepati janji - Menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya Rasionalisasi : Hubungan saling percaya adalah hubungan terpadu yang mendukung klien dalam mengatasi perasaan kehilangan. Tujuan Khusus 2 : Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka. Intervensi : - Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau objek yang pergi atau hilang - Menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti. Rasionalisasi : Agar dapat membantu klien mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat tersebut. Tujuan Khusus 3 : Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka. Intervensi : - Bersama klien mengidentifikasi cara mengatasi perasaan berduka dimasa lalu - Menilai cara yang efektif dan tidak efektif - Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimulai pasien dan keluarga - Mengidentifikasi dan menghargai sosial budaya, agama, serta kepercayaan yang dianut oleh klien, keluarga dalam mengatasi perasaan berduka. Rasionalisasi : Semakin kecil faktor penghambat dan semakin banyak faktor pendukung, maka semakin mudah klien melalui fase berduka. Tujuan Khusus 4 : Beri dukungan terhadap respon kehilangan klien. Intervensi : - Menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap menghargai, marah, defresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan - Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang diterima. Rasionalisasi : Klien sering takut khawatir terhadap reaksinya dalam menghadapi kehilangan. Tujuan Khusus 5 : Tingkatkanya rasa kebersamaan antara anggota keluarga Intervensi : - Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti - Mendorong klien agar mau menggali perasaannya bersama anggota keluarga klien - Mengidentifikasi dari masing masing anggota keluarga - Menjelaskan manfat hubungan dengan orang lain - Mendorong keluarga untuk saling mengevaluasi perasaannya dan mendukung evaluasi.

08.19

Isosporiasis

Pernahkah anda mendengar dan menjumpai penyakit yang disebut isospirosis ? jika belum pernah, mari kita mempelajari apa itu penyakit Isosporiasis.
Isosporiasis adalah penyakit pada usus manusia yang disebabkan oleh parasit Isospora belli.  Penyakit ini dapat ditemui di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan nontropis. Infeksi sering muncul pada individu dengan sistem imun yang tenggang, terutama Pasien AIDS( Wikipedia )
Diagnosis isosporiasis didasarkan pada kombinasi klinis, tes epidemiologi, dan diagnostik. (Lihat hasil pemeriksaan.) Isosporiasis adalah penyakit terdefinisi AIDS, sehingga sebuah pemeriksaan yang tepat untuk infeksi HIV harus dilakukan, jika perlu.

Patogen penyebab isosporiasis adalah aku belli, suatu protozoa yang dimiliki oleh subclass Coccidia dalam filum Apicomplexa. Modus penularan isosporiasis adalah fekal-oral, yaitu melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran manusia. Dalam host imunokompeten, saya belli infeksi menyebabkan penyakit diare diri terbatas. Pada individu dengan immunocompromise, dapat menyebabkan kronis yang mengancam nyawa diare dan dehidrasi.

Paparan makanan yang terkontaminasi atau air predisposisi infeksi ini. Karena tahap eksternal di lingkungan diperlukan untuk ookista matang, langsung orang-ke-orang transmisi tidak mungkin. Dengan demikian, isosporiasis lebih umum di daerah dengan sanitasi yang buruk. Penyakit ini juga lebih umum pada Pasien dengan AIDS.

I belli yang tertelan dalam makanan atau air yang terkontaminasi, dan siklus hidupnya membutuhkan tahap luar tuan rumah. Setelah dewasa saya belli ookista tertelan, mereka membebaskan sporozoit (mungkin dalam menanggapi empedu di usus kecil), yang menyerang enterosit dari usus kecil proksimal. Di sini, mereka menjadi trophozoites, dan perkalian aseksual (schizogony) menghasilkan merozoit yang menyerang sel-sel sebelumnya tidak terinfeksi.

Tak lama setelah itu, siklus perkalian seksual (sporogony) dimulai, menghasilkan ookista yang dapat masuk ke lingkungan. Luar tuan rumah, ookista matang dan menjadi menular 2-3 hari kemudian. Ookista I belli tahan dan tetap layak di lingkungan selama berbulan-bulan.

Gejala isosporiasis menyarankan mekanisme racun-dimediasi, tetapi tidak ada racun telah diidentifikasi. Pada manusia, bentuk ekstraintestinal dari isosporiasis jarang terjadi, namun mereka telah dilaporkan pada Pasien dengan AIDS.

08.16

ERITRODERMA ( dermatitis eksfoliativa )

Apa itu penyakit eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) ?

Pengertian dari penyakit Eritroderma / dermatitis eksfoliativa adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama (Arief Mansjoer , 2000 : 121).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap , 2000 : 28 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).

ETIOLOGI  PENYAKIT ERITRODERMA
Eritrodarma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0%).
Eritroderma eksfoliativa sekunder
o    Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
o    Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.
o    Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
(Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239)


PATOFISIOLOGI  PENYAKIT ERITRODERMA
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.

Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik (alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada Pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.
( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )

KOMPLIKASI  PENYAKIT ERITRODERMA
Komplikasi eritroderma eksfoliativa sekunder :
·    Abses
·    Limfadenopati
·    Furunkulosis
·    Hepatomegali
·    Konnjungtivitis
·    Rinitis
·    Stomatitis
·    Kolitis
·    Bronkitis
( Ruseppo Hasan , 2005 : 239 : Marwali Harhap , 2000 , 28 )

08.07

fibrosis paru / Pulmonary fibrosis

Apakah fibrosis paru itu?

Fibrosis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada jaringan parut, sehingga fibrosis paru berarti jaringan parut seluruh paru-paru. Fibrosis paru dapat disebabkan oleh berbagai kondisi termasuk proses inflamasi kronis (sarkoidosis, granulomatosis Wegener), infeksi, agen lingkungan (asbes, silika, paparan gas-gas tertentu), paparan radiasi pengion (seperti terapi radiasi untuk mengobati tumor dari dada) , kronis kondisi (lupus, rheumatoid arthritis), dan obat-obat tertentu.

Dalam kondisi yang dikenal sebagai pneumonitis hipersensitivitas, fibrosis paru-paru dapat mengembangkan reaksi kekebalan setelah meningkat terhadap debu organik atau bahan kimia terhirup kerja. Kondisi ini paling sering hasil dari debu menghirup terkontaminasi dengan produk bakteri, jamur, atau binatang.

Pada beberapa orang, peradangan paru kronis dan fibrosisberkembang tanpa penyebab yang dapat diidentifikasikan. Kebanyakan dari orang-orang ini memiliki kondisi yang disebut idiopathic pulmonary fibrosis (IPF) yang tidak menanggapi terapi medis, sedangkan beberapa jenis lainnya fibrosis, pneumonitis interstisial seperti nonspesifik (NSIP), mungkin menanggapi terapi penekan kekebalan tubuh.

Sinonim (nama lain) untuk berbagai jenis fibrosis paruyang telah digunakan di masa lalu termasuk pneumonitis interstisial kronis, Hamman-Kaya sindrom, dan alveolitis fibrosis difus.

Apa penyebab dan gejala fibrosis paru?
Gejala fibrosis paru meliputi: sesak napas, batuk, dan olahraga berkurang toleransi.

Gejala bervariasi tergantung pada penyebab fibrosis paru. Tingkat keparahan gejala dan perkembangan (memburuk) gejala dari waktu ke waktu dapat bervariasi.

Penyebab paling umum, idiopathic pulmonary fibrosis, sayangnya sering memiliki perkembangan yang lambat dan tak kenal lelah.
Awalnya, Pasien sering mengeluh batuk kering yang tidak dapat dijelaskan. Seringkali, onset lambat dan berbahaya dari sesak napas dapat mengatur masuk Dengan waktu, dyspnea (sesak napas) memburuk. Terutama, dispnea awalnya terjadi hanya dengan aktivitas dan sering dikaitkan dengan penuaan. Dengan waktu, dispnea mulai terjadi dengan aktivitas kurang dan kurang. Akhirnya, sesak napas menjadi melumpuhkan, membatasi semua aktivitas dan bahkan terjadi sambil duduk diam. Dalam kasus langka, fibrosis dapat cepat progresif, dengan dispnea dan cacat terjadi pada minggu ke bulan onset penyakit. Bentuk fibrosis paru telah disebut sebagai sindrom Hamman-Kaya.

Bagaimana fibrosis paru didiagnosis?

Fibrosis paru disarankan oleh sejarah yang progresif (memburuk dari waktu ke waktu) sesak napas dengan pengerahan tenaga. Kadang-kadang, selama pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop, dokter dapat mendengar suara berderak di dada. Crackles ini memiliki suara yang sangat khas dan sangat mirip dengan suara terdengar ketika Velcro ditarik terpisah. Ini sering disebut sebagai "Velcro crackles (atau rales)". Dada X-ray mungkin atau tidak mungkin abnormal, namun tes X-ray khusus yang disebut CT scan resolusi tinggi akan sering menunjukkan kelainan. Jenis sinar-X menyediakan gambar potongan melintang dari paru-paru dalam resolusi yang sangat rinci. Temuan klasik dalam pertunjukan idiopathic pulmonary fibrosis difus perifer parut pada paru-paru dengan gelembung kecil (dikenal sebagai bula) berdekatan dengan lapisan luar dari permukaan paru-paru, sering di dasar paru-paru.

Pengujian fungsi paru-paru adalah jelas abnormal. Volume paru-paru dapat dikurangi yang mungkin aliran udara, tetapi menemukan karakteristik adalah pengurangan kapasitas menyebarkan. Kapasitas difusi adalah ukuran dari kemampuan paru-paru untuk pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida) ke dalam dan keluar dari aliran darah.

Diagnosis dapat dikonfirmasi oleh biopsi paru. Biopsi bedah terbuka, yang berarti bahwa dinding dada harus operasi dibuka di bawah anestesi umum untuk menghapus sebagian dari jaringan paru-paru, mungkin diperlukan untuk memperoleh jaringan yang cukup untuk membuat diagnosis yang akurat. Jenis yang paling umum dari biopsi dalam situasi ini adalah dengan thoracoscope video yang dibantu. Pada dasarnya, ini melibatkan menempatkan sebuah tabung kecil ke dalam rongga dada melalui biopsi sampel dapat diperoleh. Seringkali, jika situasi klinis sangat klasik dalam presentasi, biopsi mungkin tidak diperlukan. Spesimen biopsi diperiksa oleh seorang ahli patologi mikroskopis untuk mengkonfirmasi kehadiran fibrosis.

Bagaimana pengobatan fibrosis paru ?

Pilihan pengobatan untuk idiopathic pulmonary fibrosis yang sangat terbatas. Tidak ada bukti bahwa obat dapat membantu kondisi ini, karena jaringan parut permanen setelah telah dikembangkan.
Transplantasi paru-paru adalah satu-satunya pilihan terapi yang tersedia. Pada saat ini, diagnosis ini bisa sulit untuk membuat bahkan dengan biopsi jaringan terakhir oleh patolog dengan pengalaman spesifik di bidang ini. Penelitian percobaan menggunakan obat yang berbeda yang dapat mengurangi jaringan parut fibrosa sedang berlangsung.

Sejak beberapa jenis fibrosis paru-paru dapat merespon terhadap kortikosteroid (seperti prednison) dan / atau obat lain yang menekan sistem kekebalan tubuh, jenis obat kadang-kadang diresepkan dalam upaya untuk mengurangi proses yang menyebabkan fibrosis. Obat ini tidak membantu fibrosis paru idiopatik tetapi dalam beberapa kasus, penyebab lain fibrosis paru responsif terhadap penekanan kekebalan mungkin meniru penampilan idiopathic pulmonary fibrosis.

Sistem kekebalan tubuh dirasakan untuk memainkan peran sentral dalam pengembangan berbagai bentuk fibrosis paru. Tujuan pengobatan dengan agen penekan imun seperti kortikosteroid untuk mengurangi peradangan paru-paru dan selanjutnya jaringan parut.
Tanggapan terhadap pengobatan adalah variabel. Setelah parut telah dikembangkan, hal itu permanen. Mereka yang kondisi membaik dengan pengobatan penekan kekebalan mungkin tidak memiliki idiopathic pulmonary fibrosis.

Efek toksisitas dan sisi pengobatan bisa serius. Oleh karena itu, Pasien dengan fibrosis paru harus diikuti oleh spesialis paru-paru berpengalaman dalam kondisi ini. Spesialis paru-paru akan menentukan kebutuhan untuk perawatan, durasi pengobatan, dan akan memantau respon terhadap terapi bersama dengan efek samping.

Hanya sebagian kecil Pasien merespon kortikosteroid sendirian, jadi lain penekan kekebalan obat yang digunakan selain kortikosteroid. Ini termasuk
cyclophosphamide (Cytoxan),
azathioprine (Imuran, Azasan),
methotrexate (Rheumatrex, Trexall),
penisilamin (Cuprimine, Depen), dan
siklosporin.

Para colchicine obat anti-inflamasi juga telah digunakan dengan keberhasilan yang terbatas. Percobaan lain yang menggunakan obat-obat baru seperti gamma interferon, mofetil mycophenolate (Cellcept), dan pirfenidone belum bertemu dengan banyak keberhasilan dalam pengobatan idiopathic pulmonary fibrosis.

Fibrosis paru menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun. Penurunan kadar oksigen (hipoksia) dapat mengakibatkan tekanan tinggi pada arteri pulmonalis (pembuluh yang membawa darah dari jantung ke paru-paru untuk menerima oksigen), kondisi yang dikenal sebagai hipertensi paru, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan ventrikel kanan jantung. Oleh karena itu, Pasien dengan fibrosis paru sering diperlakukan dengan oksigen tambahan untuk mencegah hipertensi paru. Dalam beberapa kasus, agen baru yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah di arteri paru memiliki manfaat terbatas.

Ada juga bukti bahwa Pasien yang menderita fibrosis paru mungkin pada peningkatan risiko penggumpalan darah yang perjalanan ke paru-paru (emboli paru), dan karena itu antikoagulan (pengencer darah) terapi dapat diindikasikan.
Apa komplikasi dari pulmonary fibrosis?

Idiopathic pulmonary fibrosis cenderung gigih dalam perkembangannya. Komplikasi yang terjadi adalah refleksi dari kegagalan sistem paru. Dispnea, penurunan aktivitas, dan tanda-tanda gagal jantung dapat terjadi.
Sebagai paru-paru gagal, tekanan darah di paru-paru meningkat. Ini hasil dalam pekerjaan peningkatan dan akhirnya kegagalan sisi kanan jantung yang memompa darah melalui paru-paru. Kegagalan ini bisa menyebabkan kelelahan, pembengkakan kaki, dan akumulasi cairan keseluruhan dalam tubuh. Imobilitas dan aliran darah lamban dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah. Depresi ini sering terlihat pada penyakit yang merusak.

apakah Fibrosis paru dapat dicegah?

Idiopathic pulmonary fibrosis telah menunjukkan peningkatan frekuensi adalah perokok. Ini hanya salah satu alasan lagi untuk tidak merokok atau berhenti jika Anda melakukannya. Penyebab fibrosis paru idiopatik tidak diketahui, dan karena itu pencegahan sulit. Ada bentuk yang jarang dari idiopathic pulmonary fibrosis yang berjalan dalam keluarga. Pekerjaan yang sedang dilakukan di Rumah Sakit Nasional Yahudi di Denver, Colorado mencoba untuk mengidentifikasi penanda untuk penyakit ini.

Sayangnya, karena ini adalah penyakit fatal tanpa terapi yang efektif, ada banyak penipu mencoba untuk mengambil keuntungan dari orang-orang yang terkena dan keluarga mereka.
Tidak ada bukti bahwa diet khusus atau suplemen atau persiapan usus akan membantu penyakit ini dengan cara apapun.

prognosis fibrosis paru


Prognosis dari penyakit ini adalah suram. Sebagian besar Pasien dengan penyakit ini meninggal dalam 5 tahun. Hal ini mungkin terbaik untuk menjadi terlibat dengan sebuah pusat akademik di daerah di mana penelitian tentang penyakit paru interstitial dipelajari dalam rangka untuk menerima perawatan terbaru. Pusat-pusat sering dikaitkan dengan program transplantasi paru-paru. Uji klinis adalah cara terbaik untuk mengobati penyakit ini pada saat ini.

07.54

Glaucoma / Glaukoma

Apakah glaukoma itu ?
mari kita bersama belajar apa itu penyakit glaukoma.
Glaukoma adalah penyakit saraf utama dari pengelihatan, yang disebut saraf optik. Saraf optik menerima cahaya-impuls saraf yang dihasilkan dari retina dan mengirimkan ini ke otak, di mana kita mengenali sinyal-sinyal listrik sebagai visi. Glaukoma ditandai oleh pola tertentu kerusakan progresif saraf optik yang umumnya dimulai dengan hilangnya penglihatan halus samping (peripheral vision). Jika glaukoma tidak didiagnosis dan diobati, dapat berkembang menjadi hilangnya penglihatan sentral dan kebutaan. 

Glaukoma biasanya, tetapi tidak selalu, berhubungan dengan tekanan tinggi di mata (tekanan intraokuler). Secara umum, inilah tekanan mata tinggi yang mengarah ke kerusakan mata (optik) saraf. Dalam beberapa kasus, glaukoma dapat terjadi dengan adanya tekanan mata yang normal. Bentuk glaukoma diyakini disebabkan oleh peraturan miskin dari aliran darah ke saraf optik.

Seluruh dunia, glaukoma adalah penyebab utama kebutaan ireversibel. Bahkan, sebanyak 6 juta orang buta di kedua mata dari penyakit ini. Di Amerika Serikat saja, menurut salah satu perkiraan, lebih dari 3 juta orang memiliki glaukoma. Sebanyak setengah dari individu dengan glaukoma, bagaimanapun, mungkin tidak tahu bahwa mereka memiliki penyakit. Alasan mereka tidak menyadari adalah bahwa glaukoma pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan hilangnya penglihatan berikutnya samping (peripheral vision) biasanya tidak diakui.

Apa penyebab glaukoma?

Tekanan meningkat pada mata adalah faktor utama yang menyebabkan kerusakan pada mata glaukoma (optik) saraf. Glaukoma dengan tekanan intraokular normal dibahas di bawah ini pada bagian berbagai jenis glaukoma. Saraf optik, yang terletak di belakang mata, adalah saraf visual utamanya untuk mata. Saraf ini mentransmisikan gambar kita melihat kembali ke otak untuk interpretasi. Mata tegas dan bulat, seperti bola basket. Nada dan bentuk dipelihara oleh suatu tekanan di dalam mata (tekanan intraokuler), yang biasanya berkisar antara 8 mm dan 22 mm (milimeter) dari merkuri. Bila tekanan terlalu rendah, mata menjadi lebih lembut, sementara tekanan tinggi menyebabkan mata menjadi lebih keras. Saraf optik adalah bagian yang paling rentan dari mata terhadap tekanan tinggi karena serat-serat halus dalam saraf ini mudah rusak.
 
Bagian depan mata diisi dengan cairan bening yang disebut aqueous humor, yang menyediakan makanan untuk struktur di depan mata. Cairan ini diproduksi terus menerus oleh tubuh ciliary, yang mengelilingi lensa mata. Aqueous humor kemudian mengalir melalui pupil dan meninggalkan mata melalui saluran kecil yang disebut trabecular meshwork. Saluran ini terletak di apa yang disebut sudut drainase mata. Sudut ini adalah dimana kornea yang jelas, yang mencakup bagian depan mata, menempel pada dasar (akar atau pinggiran) dari iris, yang merupakan bagian berwarna dari mata. Kornea mencakup iris dan pupil, yang berada di depan lensa. Murid adalah, bulat kecil, hitam-muncul lubang di tengah iris. Cahaya melewati pupil, pada melalui lensa, dan retina di belakang mata. Silakan lihat angka, yang merupakan diagram yang menunjukkan sudut drainase mata.

07.47

Sarkoidosis

Apa itu sarkoidosis?  
Sarkoidosis adalah penyakit yang hasil dari jenis tertentu peradangan jaringan tubuh. Hal ini dapat muncul dalam hampir semua organ tubuh, tetapi paling sering dimulai di paru-paru atau kelenjar getah bening.

Penyebab sarkoidosis tidak diketahui. Penyakit ini dapat muncul tiba-tiba dan menghilang. Atau bisa berkembang secara bertahap dan pergi untuk menghasilkan gejala-gejala yang datang dan pergi, kadang-kadang untuk seumur hidup.

Sebagai sarkoidosis berlangsung, gumpalan mikroskopis dari bentuk spesifik dari peradangan, yang disebut granuloma, muncul dalam jaringan yang terkena. Pada kebanyakan kasus, granuloma menjernihkan, baik dengan atau tanpa pengobatan. Dalam beberapa kasus dimana granuloma tidak sembuh dan menghilang, jaringan cenderung tetap meradang dan menjadi bekas luka (fibrosis).

Sarkoidosis pertama kali diidentifikasi lebih dari 100 tahun lalu oleh dua ahli dermatologi bekerja secara independen, Dr Jonathan Hutchinson di Inggris dan Dr Caesar Boeck di orwegia. Sarkoidosis awalnya disebut penyakit Hutchinson atau penyakit Boeck itu. Dr Boeck melanjutkan untuk nama fashion saat ini untuk penyakit dari kata Yunani "Sark" dan "oid," yang berarti seperti daging. Istilah menggambarkan letusan kulit yang sering disebabkan oleh penyakit.

Gejala-Gejala sarkoidosis?
Sesak napas (dyspnea) dan batuk yang tidak akan pergi dapat menjadi salah satu gejala pertama dari sarkoidosis. Tapi sarkoidosis juga dapat muncul tiba-tiba dengan penampilan ruam kulit. Benjolan merah (eritema nodosum) pada wajah, lengan, atau tulang kering dan radang mata juga gejala umum.
Hal ini tidak biasa, namun, untuk gejala sarkoidosis menjadi lebih umum. Berat badan, kelelahan, keringat malam, demam, atau hanya perasaan keseluruhan kesehatan yang buruk juga dapat petunjuk untuk penyakit.

07.37

PENCERNAAN

Makanan kita terdiri atas karbohidrat, lipid, protein, mineral, vitamin dan air. Pengubahan makanan dari sejak awal hingga menjadi berbentuk molekular yang siap  untuk diserap melalui dinding usus, disebut pencernaan makanan dan proses ini berlangsung dalam sistem pencernaan makanan yang terdiri atas beberapa organ tubuh, yaitu mulut, lambung, dan usus dengan bantuan pankreas dan empedu.

Pencernaan dalam mulut

Pencemaan dalam mulut dapat dilakukan secara mekanik (pengunyahan) oleh gigi maupun secara kimiawi (menggunakan air ludah/saliva).
Ada tiga kelenjar saliva yaitu kelenjar parotis, submandibnlar dan sublingual. Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling kecil, terletak dibawah lidah bagian depan. Kelenjar submandibular atau disebut juga submaksilaris terletak dibelakang kelenjar sublingual dan lebih dalam. Kelenjar parotid ialah kelenjar saliva paling besar dan terletak di bagian atas mulut di depan telinga.
Saliva terdiri atas 99,24 % air dan 0,58 % terdiri atas ion-ion Ca++, Mgw, Na+, K+, PO43`,Cl`, HCO3`, SOi2` dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Musin suatu glikoprotein dikeluarkan oleh keleniar sublingual dan submandibular, sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelenjar parotid.
Saliva mempunyai pH antara 5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7(6,8) Fungsi ptialin adalah untuk memecah amilum menjadi maltosa dengan proses hidrolisis. Proses ini berjalan lebih baik jika makanan dikunyah lebih halus. Enzim ptialin bekerja lebih optimal pada pH 6,6. Karena musin adalah suatu zat yang kental dan licin, maka saliva mempunyai fungsi untuk membasahi makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlancar proses menelan makanan.

Pencernaan dalam Lambung

Makanan yang telahliiilgtinyah dalam mulut ditelan melalui esofagus masuk ke dalam lambung, karena adanya gerak peristaltik pada esofagus yang dibantu oleh adanya mukus. Dalam lambung terdapat cairan yang berfungsi terutama untuk pencernaan protein dengan cara hidrolisis. Cairan lambung terdiri atas 99,4 % air dan sisanya terdiri atas zat anorganik manpun zat organik. Zat anorgnik antara lain HCI, NaCl, KCl dan fosfat, sedangkan zat organiknya , pepsin, renin dan lipase.
Dinding lambung tersusun atas 2 macam kelenjar yaitu kelenjar sel utama (Chief Cell) dan sel parietal. Campuran sekresi keduanya disebut getah lambung. pH lambung = 1,6-2,6.

Asam HCI g 1

Asam HCl dihasilkan oleh sel-sel parietal. Adanya asam HCl ini menyebabkan cairan dalam lambung bersifat asam dengan pH antara 1,0 dan 2,0. Dengan demikian asam HCl mempunyai fnngsi sebagai berikut: 
1. Merupakan kerja pendahuluan terhadap protein sebelum dipecah olehi pepsin, yaitu berupa denaturasi dan hidrolisis.
2. Mengaktitkan pepsinogen menjadi pepsin.
3. Mempermudah penyerapan Fe-.
4. Sedikit menghidrolisis suatu disakarida.
5. Merangsang pengeluaran sekretin, suatu hormon yang terdapat dalam usus dua belas jari (duodenum).
6. Mencegah terjadinya fermentasi dalam lambung oleh mikroorganisme.

Pepsin

Suatu enzim yang berguna untuk memecah molekul protein menjadi pepton dan proteosa.
Enzim ini dihasilkan oleh sel-sel utama lambung dalam bentuk pepsinogen, yaitu calon enzim yang belum aktif. lstilah untuk enzim yang belum aktif dinamakan zimogen. Pepsinogen ini diubah kemudian menjadi pepsin yang aktif dengan adanya asam HCI, sedangkan pepsin yang terjadi dapat menjadi katalis dalam reaksi perubahan pepsinogen menjadi pepsin (otokatalis).

                          HCI
Pepsinogen ------------ pepsin
Pepsin juga dapat menggumpalkan susu. Kasein yang terdapat dalam susu diubah menjadi parakasein ileh ion Ca++ baru kemudian teriadi pemecahan.

Lipase

Enzim ini merupakan katalis pada raksi pemecahan molekul lipid. Enzim lipase bekerja secara optimal pada pH antara 5,5 – 7,5 dan dengan demikian dalam lambung tidak bekerja secara efektif dan optimal.

Renin
Enzim ini berasal dari prorenin, yaitu suatu gimogeng yang dengan suasana asam berubah menjadi renin. Renin sangat penting dalam pencernaan makanan pada bayi karena dapat mengubah kasein yang terdapat dalam susu menjadi parakasein. dengan bantuan ion Cai". Dengan proses pengubahan ini maka protein susu yang sudah ada dalam lambung bayi tidak keluar terlalu cepat dan parakasein dapat dihidrolisis lebib lanjut dan digunakan sebagai makanan bagi bayi. Dalam lambung orang dewasa tidak terdapat renin.

Mukus atau Lendir

Mukus atau lendir ini adalah suatu glikoprotein (musin) yang dihasilkan oleh sel-sel pada dinding lambung. Mukus ini berfungsi melindungi sel-sel dinding Iambimg dari asam HCI maupun dari enzim pemecah protein. Namun apabila produksi asam HCI terlalu banyak (asidosis) atau Iambung dalam keadaan kosong, maka sel-sel dinding Iambung akan terkena pengruh asam HCI dan menyebabkan rasa nyeri pada lambung.

Pencernaan dalam Usus

Makanan yang telah dicerna dalam Iambung secara berkala dikeluarkan dan masuk ke dalam duodenum melalui katup pilorus yang dapat membuka dan menutup. Ada dua organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam proses pencernaan makanan dalam usus, yaitu pankreas, empedu dan usus sendiri. Baik pankreas maupun empedu memproduksi cairan (bersifat basa) yang disalurkan kedalam duodenum pada tempat dekat katup pilorus. Oleh karena itu cairan makanan yang bersifat asam akan dinetralkan dan akhimya bersifat basa. Suasana basa ini merupakan syarat bekerjanya enzim-enzim yang menjadi katalis dalam proses pencernaan makanan dalam usus.

Cairan Pankreas

Pankreas memproduksi dan mengeluarkan cairan pankrcas ke dalam duodenum oleh adanya rangsangan hormon. Masuknya campuran makanan yang bersifat asam ke dalam duodenum, menyebabkan duodenum memproduksi hormon yang disalurkan oleh darah ke pankreas, hati dan empedu untuk merangsang terbentuknya cairan pankreas dan cairan  empedu. hormon tersebut adalah :
1. Sekretin, yang merangsang timbulnya cairan pankreas yang encer dan berkadar bikarbonat tinggi dan mengandung enzim sedikit.
2. Pankreozimin, yang merangsang timbulnya cairan pankreas yang kental dan berkadar bikarbonat rendah serta mengandung banyak enzim.
3. Kolesistokinin, yang mempengamhi kantung empedu untuk berkontraksi sehingga dapat mengeluarkan cairan dari dalamnya.
4. Enterokinin, yang merangsang terbentuknya cairan usus.
Cairan pankreas mempakan cairan yangjemih, mempunyai pH antara 7,5 — 8,2. Selama 24 jam dihasilkan kira-kira 500 ml cairan pankreas. Cairan ini terdiri atas 98,7 % air dan 1,3 % zat organik dan anorganik. Zat organik yang terdapat dalam cairan pankreas adalah protein dan beberapa enzim, antara Iain :

Tripsin

Merupakan suatu enzim pemecah protein atau proeosa. Tripsin dapat bekerja dengan baik dalam hidrolisis protein pada   antara 8,0 — 9,0.

Kimotripsin

Kimotripsin juga suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam hidrolisis protein. Enzim ini dihasilkan oleh pankreas dalam bentuk kimotripsinogen. Kimotripsinogen diubah menjadi kimotripsin oleh adanya tripsin.

                               Tripsin
Kimotripsinogen — kimotripsin
Kimotripsin mempunyai daya mengendapkan protein susu lebih besar daripada tripsin. Baik tripsin maupun kimotripsin mampu menghidrolisis protein, pepton dan proteosa menjadi polipeptida dan mempunyai pH optimum 8,0 — 9,0.

Peptidase 

Hasil hidrolisis protein, pepton, protease oleh enzim tripsin dan kimotripsin adalah polipeptida. Polipeptida ini kemudian dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim-enzim peptidase, Mantara lain:

1. Karboksi petidase, enzim yang memecah ikatan peptida pada ujung molekul yang mempunysi gugus karboksilat.
2. Amino peptidase, enzim yang memecah ikatan peptida pada ujung molekul yang mempunyai gugus amina.

Lipase

Lipase dalam cairan pankreas berfungasi sebagai katalis dalam proses hidrolisis lemak menjadi asam lemak, gliserol, monoasilgliserol dan diasilgliserol. Oleh karena lemak adalah suatu trigliserida, maka diasilgliserol adalah digliserida dan monoasilgliserida adalah monogliscrida. Aktivitascnzim lipase dapat bertambah dengan adanya ion CaH dan asam empedu, dan bekerja secara optimal pada pH 7,0 — 8,8.
Pemecahan lemak dengan cara hidrolisis dibantu oleh garam asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu dan berfungsi sebagai emulgator. Dengan adanya garam asam empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam usus dapat di pecah – pecah menjadi partikel-partikel ljgil sebagai emulsi, sehingga luas permukaan lemak bertambah besar. Hal ini menyebabkan proses hidrolisis berjalan lebih cepat.

 Amilase

Amilase yang terdapat dalam cairan pankreas ini sama dengan amilase dalam saliva, yaitu berfungsi sebagai katalis dalam proses hidrolisis amilum, dekstrin dan glikogen menjadi maltosa. Enzim yang mempunyai pH optimum 6,9 dapat bekerja pada pH 6,5 — 7,2 dan sebagai aktivator diperlukan ion Cl`.

Cairan Empedu

Cairan empedu merupakn cairan jernih, berwama kuning, agak kental dan mempunyai rasa pahit. Selama 24 jam dihasilkan cairan empedu sebanyak 500 – 700 ml dan mempunyai Ph antara 6,9 -  7.7 Beberapa fungsi empedu antara lain :
1. Sebagai emulgator dalam proses pencernaan lemak dalam usus.
2. Dapat megaktifkan lipase dalam cairan pankreas.
3. Membantu absorbsi asam-asam lemak, kolesterol, vitamin D dan K serta karoten.
4. Sebagai perangsang aliran cairan empedu dari hati.
5. Menjaga agar kolesterol tetap larut dalam cairan empedu sebab bila perbandingan asam empedu dengan kolesterol rendah, akan menyebabkan terjadinya endapan kolesterol.

Cairan Usus

Cairan usus ini dihasilkan oleh kelenjar Brunner dan Lieberkuhn dengan pengaruh dari enterokinin. Cairan usuamengandung enzim-enzim yang penting dalam proses pencernaan makanan yaitu sebagai berikut :

1. KARBOHIDRASE. enzim pemecah karbohidrat. Enzim yang terdapat dalam cairan usus ini ialah maltase, sukrase dan laktase. Maltase adalah enzim yang memecah maltosa menjadi glukosa., Sukrase memecah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa. Sedangkan laktase memecah laktosa menjadi galaktosa dan glukosa.

2. PEPTIDASE, enzim pemecah ikatan peptida. Enzim yang pentiNg dalam cairan usus adalah minopeptidase, yaitu enzim yang memecah ikatan peptida pada ujung yang mempunyai gugus -NH2. Disamping itu terdapat pula tripeptidase yang memecah molekul tripeptida dan dipeptidase yang memecah molekul dipeptida.

3. NUKLEOTIDASE, berfungsi untuk memecaH nukleotida menjadi nukleosida dan asam fosfat. 

4. NUKLEOSIDASE, memecah nukleosida menjadi basa purin atau basa pirimidin dan ribosa atau deoksiribosa.

5. ENTEROKINASE, berfungsi untuk mengaktitkan tripsinogen menjadi tripsin. Enzim ini diproduksi oleh sel-sel duodenum.

6. FOSFATASE, enzim yang memisahkan gugus fosfat dari senyawa fosfat organik, misalnya heksosafosfat, gliserofosfat dan nukleotida.

7. FOSFOLIPASE ( lesinitase ), yang terdapat dalam cairan usus berfungsi sebagai enzim yang memecah fosfolipid (lesitin) menjadi gliserol, asam lemak asam fosfat dan kolin.

Hasil Akhir Pencernaan

Karbohidrat  --- Monosakarida (glukosa)
Protein ---  asam-asam amino
Lemak  --- asam lemak, gliserol, monogliserida, digliserida walaupun beberapa lemak yang tidak dihidrolisis dapat diserap.
Jadi pada hakikatnya pencemaan makanan ialah proses pengubahan molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil dan dapat diabsorbsi melalui dinding usus.